Al-Khiḍr
secara harfiah berarti ‘Seseorang yang Hijau’ melambangkan kesegaran
jiwa, warna hijau melambangkan kesegaran akan pengetahuan “berlarut
langsung dari sumber kehidupan.” Dalam situs Encyclopædia Britannica, dikatakan bahwa Khidr memiliki telah diberikan sebuah nama, yang paling terkenal adalah Balyā bin Malkān
Khidr
adalah sepupu Dzul Qarnain dari pihak ibu. Menurut Ibnu Abbas, Khidr
adalah seorang anak cucu Nabi Adam yang taat beribadah kepada Allah dan
ditangguhkan ajalnya. Ibunya berasal dari Romawi sedangkan bapaknya
keturunan bangsa Parsi.
Kemudian
Mahmud al-Alusi menambahkan bahwa ia tidak membenarkan semua pendapat
mengenai riwayat asal-usul Nabi Khidr, tetapi An-Nawawi mengatakan bahwa
ia adalah seorang putra raja
Kisah
Musa dan Khiḍr dituturkan oleh Al-Qur’an dalam Surah Al-Kahf ayat
65-82. Menurut Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab menceritakan bahawa beliau
mendengar nabi Muhammad bersabda: “Sesungguhnya pada suatu hari, Musa
berdiri di khalayak Bani Israil lalu beliau ditanya, “Siapakah orang
yang paling berilmu?” Jawab Nabi Musa, “Aku” Lalu Allah menegur Nabi
Musa dengan firman-Nya, “Sesungguhnya di sisi-Ku ada seorang hamba yang
berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu.”
Lantas
Musa pun bertanya, “Wahai Tuhanku, dimanakah aku dapat menemuinya?”
Allah pun berfirman, “Bawalah bersama-sama kamu seekor ikan di dalam
sangkar dan sekiranya ikan tersebut hilang, di situlah kamu akan bertemu
dengan hamba-Ku itu.” Sesungguhnya teguran Allah itu mencetuskan
keinginan yang kuat dalam diri Nabi Musa untuk menemui hamba yang shalih
itu. Di samping itu, Nabi Musa juga ingin sekali mempelajari ilmu dari
Hamba Allah tersebut.
Itulah
kisah pertama tentang Nabi Khidir yang menjadi guru hakikat membimbing
Nabi Musa mengenal ilmu-ilmu yang selama ini belum pernah diketahui.
Kelanjutan kisah ini bisa di baca di Wikipedia. Dalam beberapa riwayat, Nabi Khidir pernah datang bertakziah ketika Rasulullah wafat, riwayatnya sebagai berikut:
Berkata
Ibnu Abu Dunia, yang didengarnya dari Kamil bin Talhah, dari Ubad bin
Abdul Samad, dari Anas bin Malik, mengatakan: “Sewaktu Rasulullah SAW
meninggal dunia, berkumpullah sahabat-sahabat beliau di sekeliling
jenazahnya menangisi kematian beliau. Tiba-tiba datang kepada mereka
seorang lelaki yang bertubuh tinggi memakai kain panjang. Dia datang
dari pintu dalam keadaan menangis. Lelaki itu menghadap kepada
sahabat-sahabat dan berkata: “Sesungguhnya dalam agama Allah ada pemberi
takziah setiap terjadi musibah, ada pengganti setiap ada yang hilang.
Bersabarlah kamu kerana sesungguhnya orang yang diberi musibah itu akan
diberi ganjaran.”
Kemudian
lelaki itu pun menghilang daripada pandangan para sahabat. Abu Bakar
berkata: “Datang ke sini lelaki yang memberi takziah.” Mereka memandang
ke kiri dan kanan tetapi lelaki itu tidak nampak lagi. Abu Bakar
berkata: “Barangkali yang datang itu adalah Khidir, saudara nabi kita. Beliau datang memberi takziah atas kematian Rasulullah SAW.”
Dari
berbagai sumber diketahui bahwa Nabi Khidir pernah berguru kepada Imam
Abu Hanifah dan Abul Qasim Al-Qusyairi pernah berjumpa dengan Nabi
Khidir disamping orang-orang lain dikemudian hari. Nabi Khidir adalah
Guru dari Nabi Musa, lalu bagaimana mungkin orang yang sama berguru
kepada Imam Abu Hanifah yang hidup ribuan tahun setelah Nabi Musa.
Saya
tidak menulis secara panjang lebar kisah-kisah pertemuan Khidir dengan
para ulama karena memang kisah tersebut sangat banyak. Menjadi bahan
renungan kita, apakah khidir itu sebuah pangkat rohani atau seseorang
yang hidup abadi.
Kalau
menurut pendapat saya pribadi yang saya dapat dari Guru, Khidir itu
bukanlah sosok tapi merupakan pangkat rohani yang diberikan Allah kepada
orang yang mempunyai pengetahuan luas tentang hakikat dan Khidir memang
ditakdirkan Allah untuk tidak mengembangkan syariat tapi tunduk kepada
Syariat Nabi di zamannya. Kalau anda mencari Khidir dalam arti sosok
manusia, maka anda tidak akan pernah bisa menjumpai Khidir karena orang
yang berpangkat Khidir di zaman Nabi Musa bernama Balyā bin Malkān itu sudah tiada.
Disinilah
kebanyakan orang yang senang dengan gaib terjebak dengan pemahaman yang
keliru tentang Khidir, menganggap khidir itu adalah sosok yang hidup
abadi, tidak pernah mati, hidup dari zaman Nabi Musa sampai sekarang.
Karena terobsesi dengan Gaib akhirnya orang ada yang menggali sumur
kemudian membuat tempat bertapa di bawah dekat sumber air dengan harapan
bisa berjumpa dengan Khidir yang konon kabarnya hidup di air atau
lautan. Di khawatirkan muncul setan yang datang mengaku sebagai Khidir
dan memberikan amalan-amalan sesat yang membuat manusia jauh dari Tuhan.
Kalau
para sahabat Nabi bisa berjumpa dengan Khidir, generasi setelahnya,
Imam Abu Hanifah, Al-Qusyairi dan banyak yang lainnya, tentu kalau kita
menggunakan metode yang sama dengan mereka pasti bisa juga jumpa dengan
Khidir. Anda harus mengetahui terlebih dulu siapa sosok yang pangkat
rohani nya sebagai khidir yang bisa membuka rahasia ketuhanan yang
ketika anda berjumpa dengan Beliau akan menjadi terang segalanya. Lalu
siapakah manusia di zaman sekarang yang berpangkat rohani Khidir? Hanya
Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui.
Jadi yang anda cari terlebih dulu bukan Khidir, tapi Allah.
Kalau anda mencari Khidir saya khawatir anda akan disesatkan setan,
tapi kalau anda telah berhampiran dengan Allah maka segala rahasia gaib
akan tersingkap termasuk rahasia Khidir yang merupakan salah satu
hamba-Nya yang Shaleh.
Demikian. sufimuda.net
0 komentar:
Posting Komentar