AldiWaly - Sebelum kita membahas hakikat dari Nabi Khidir yang menurut banyak sumber hidup abadi sepanjang zaman, ada baiknya kita baca dulu dari berbagai sumber tentang kisah hidup Beliau, mulai dari zaman Nabi Musa sampai setelah zaman Nabi Muhammad SAW.


Al-Khiḍr secara harfiah berarti ‘Seseorang yang Hijau’ melambangkan kesegaran jiwa, warna hijau melambangkan kesegaran akan pengetahuan “berlarut langsung dari sumber kehidupan.” Dalam situs Encyclopædia Britannica, dikatakan bahwa Khidr memiliki telah diberikan sebuah nama, yang paling terkenal adalah Balyā bin Malkān

Khidr adalah sepupu Dzul Qarnain dari pihak ibu. Menurut Ibnu Abbas, Khidr adalah seorang anak cucu Nabi Adam yang taat beribadah kepada Allah dan ditangguhkan ajalnya. Ibunya berasal dari Romawi sedangkan bapaknya keturunan bangsa Parsi.

Kemudian Mahmud al-Alusi menambahkan bahwa ia tidak membenarkan semua pendapat mengenai riwayat asal-usul Nabi Khidr, tetapi An-Nawawi mengatakan bahwa ia adalah seorang putra raja

Kisah Musa dan Khiḍr dituturkan oleh Al-Qur’an dalam Surah Al-Kahf ayat 65-82. Menurut Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab menceritakan bahawa beliau mendengar nabi Muhammad bersabda: “Sesungguhnya pada suatu hari, Musa berdiri di khalayak Bani Israil lalu beliau ditanya, “Siapakah orang yang paling berilmu?” Jawab Nabi Musa, “Aku” Lalu Allah menegur Nabi Musa dengan firman-Nya, “Sesungguhnya di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu.”

Lantas Musa pun bertanya, “Wahai Tuhanku, dimanakah aku dapat menemuinya?” Allah pun berfirman, “Bawalah bersama-sama kamu seekor ikan di dalam sangkar dan sekiranya ikan tersebut hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku itu.” Sesungguhnya teguran Allah itu mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri Nabi Musa untuk menemui hamba yang shalih itu. Di samping itu, Nabi Musa juga ingin sekali mempelajari ilmu dari Hamba Allah tersebut.

Itulah kisah pertama tentang Nabi Khidir yang menjadi guru hakikat membimbing Nabi Musa mengenal ilmu-ilmu yang selama ini belum pernah diketahui. Kelanjutan kisah ini bisa di baca di Wikipedia. Dalam beberapa riwayat, Nabi Khidir pernah datang bertakziah ketika Rasulullah wafat, riwayatnya sebagai berikut:

Berkata Ibnu Abu Dunia, yang didengarnya dari Kamil bin Talhah, dari Ubad bin Abdul Samad, dari Anas bin Malik, mengatakan: “Sewaktu Rasulullah SAW meninggal dunia, berkumpullah sahabat-sahabat beliau di sekeliling jenazahnya menangisi kematian beliau. Tiba-tiba datang kepada mereka seorang lelaki yang bertubuh tinggi memakai kain panjang. Dia datang dari pintu dalam keadaan menangis. Lelaki itu menghadap kepada sahabat-sahabat dan berkata: “Sesungguhnya dalam agama Allah ada pemberi takziah setiap terjadi musibah, ada pengganti setiap ada yang hilang. Bersabarlah kamu kerana sesungguhnya orang yang diberi musibah itu akan diberi ganjaran.”

Kemudian lelaki itu pun menghilang daripada pandangan para sahabat. Abu Bakar berkata: “Datang ke sini lelaki yang memberi takziah.” Mereka memandang ke kiri dan kanan tetapi lelaki itu tidak nampak lagi. Abu Bakar berkata: “Barangkali yang datang itu adalah Khidir, saudara nabi kita. Beliau datang memberi takziah atas kematian Rasulullah SAW.”

Dari berbagai sumber diketahui bahwa Nabi Khidir pernah berguru kepada Imam Abu Hanifah dan Abul Qasim Al-Qusyairi pernah berjumpa dengan Nabi Khidir disamping orang-orang lain dikemudian hari. Nabi Khidir adalah Guru dari Nabi Musa, lalu bagaimana mungkin orang yang sama berguru kepada Imam Abu Hanifah yang hidup ribuan tahun setelah Nabi Musa.

Saya tidak menulis secara panjang lebar kisah-kisah pertemuan Khidir dengan para ulama karena memang kisah tersebut sangat banyak. Menjadi bahan renungan kita, apakah khidir itu sebuah pangkat rohani atau seseorang yang hidup abadi.

Kalau menurut pendapat saya pribadi yang saya dapat dari Guru, Khidir itu bukanlah sosok tapi merupakan pangkat rohani yang diberikan Allah kepada orang yang mempunyai pengetahuan luas tentang hakikat dan Khidir memang ditakdirkan Allah untuk tidak mengembangkan syariat tapi tunduk kepada Syariat Nabi di zamannya. Kalau anda mencari Khidir dalam arti sosok manusia, maka anda tidak akan pernah bisa menjumpai Khidir karena orang yang berpangkat Khidir di zaman Nabi Musa bernama Balyā bin Malkān itu sudah tiada.

Disinilah kebanyakan orang yang senang dengan gaib terjebak dengan pemahaman yang keliru tentang Khidir, menganggap khidir itu adalah sosok yang hidup abadi, tidak pernah mati, hidup dari zaman Nabi Musa sampai sekarang. Karena terobsesi dengan Gaib akhirnya orang ada yang menggali sumur kemudian membuat tempat bertapa di bawah dekat sumber air dengan harapan bisa berjumpa dengan Khidir yang konon kabarnya hidup di air atau lautan. Di khawatirkan muncul setan yang datang mengaku sebagai Khidir dan memberikan amalan-amalan sesat yang membuat manusia jauh dari Tuhan.

Kalau para sahabat Nabi bisa berjumpa dengan Khidir, generasi setelahnya, Imam Abu Hanifah, Al-Qusyairi dan banyak yang lainnya, tentu kalau kita menggunakan metode yang sama dengan mereka pasti bisa juga jumpa dengan Khidir. Anda harus mengetahui terlebih dulu siapa sosok yang pangkat rohani nya sebagai khidir yang bisa membuka rahasia ketuhanan yang ketika anda berjumpa dengan Beliau akan menjadi terang segalanya. Lalu siapakah manusia di zaman sekarang yang berpangkat rohani Khidir? Hanya Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui.

Jadi yang anda cari terlebih dulu bukan Khidir, tapi Allah. Kalau anda mencari Khidir saya khawatir anda akan disesatkan setan, tapi kalau anda telah berhampiran dengan Allah maka segala rahasia gaib akan tersingkap termasuk rahasia Khidir yang merupakan salah satu hamba-Nya yang Shaleh.

Demikian. sufimuda.net

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top